SAMARINDA, KOMPAS.com – Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kaltim Prihatin mengatakan, tersangka kasus korupsi senilai Rp 29,7 miliar inisial YR ditangkap di Bogor, Jawa Barat.
Mantan Direktur Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU) itu diamankan pada 2 September 2020 saat penyidik berhasil melacak keberadaanya.
“Kami jemput di sana (Bogor) bawa ke Kaltim. Kami periksa sampai 11 jam setelah itu kami langsung tetapkan tersangka,” ujar Prihatin saat memberi keterangan pers di Kantor Kejati Kaltim, Jalan Bung Tomo, Samarinda, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: Mantan Dirut Perusda di Kaltim Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Rp 29,7 Miliar
Selain YR, Kejati juga menetapkan tersangka N selaku dirut perusahaan fiktif yang dikerjasamakan dengan PT AKU.
Kedua orang ini disebut berperan penting dalam penggunaan anggaran senilai Rp 29,7 miliar yang merugikan negara ini.
YR, kata Prihatin, sempat membeli dua rumah mewah di Samarinda menggunakan uang tersebut.
Satu unit di perumahaan Villa Tamara dan satu unitnya lagi di perumahan Sempaja.
Namun, lanjutnya, dua rumah tersebut sudah dijual tahun 2015.
“Sehingga kami agak kesulitan untuk pengembalian asetnya,” tutur Prihatin.
Selain membeli dua rumah, kata Prihatin, uang tersebut itu digunakan untuk pembiayaan kerjasama dengan sembilan perusahaan yang enam di antaranya fiktif.
“Enam perusahaan fiktif ini dimainkan dua orang ini. Kami belum temukan bukti ada aliran dana ke orang lain, selain dua orang ini. Kalaupun ada bukti lain kami akan telusuri,” terang dia.
Baca juga: Mantan Dirut Perusda di Kaltim Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Rp 29,7 Miliar
Diberitakan sebelumnya, dugaan korupsi tersebut bermula saat PT AKU menerima penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebanyak Rp 27 miliar dalam kurun waktu 2003, 2008 dan 2010.
Uang tersebut disalahgunakan peruntukannya dari yang semestinya digunakan untuk bidang usaha pengembangan pertanian, perdagangan, industri dan pengangkutan darat sesuai bidang usaha PT AKU.
“Malah digunakan untuk kerjasama sembilan perusahaan yang enam di antaranya perusahaan fiktif seperti penjualan solar dan lain-lainnya,” jelasnya.
Penyalahgunaan dana tersebut tanpa persetujuan Badan Pengawas dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.