KOMPAS.com- Kisah pilu dialami oleh keluarga pemulung di Samarinda, Kalimantan Timur.
Pemulung bernama Andika Pratama (35), istrinya Yanti (32) dan bayi mereka yang berusia satu bulan, Muhammad Aditya Pratama terpaksa tidur di gerobak sampah.
Sang bayi pun mau tak mau harus menahan hawa dingin hingga terik matahari selama mereka tinggal di gerobak sampah.
"Kasihan, saat hujan sering kedinginan," kata sang ayah, Andika.
Saat itu, dirinya bekerja sebagai buruh angkut kepiting di Tarakan, Kalimantan Utara.
Hidup selama dua tahun di Tarakan, Andika memutuskan kembali ke Samarinda, tempat asalnya.
Namun lantaran tak kunjung mendapatkan pekerjaan, Andika pun menjadi seorang pemulung.
Di Samarinda, Andika, istri dan bayinya yang masih berusia satu bulan menempati sebuah tempat indekos.
Setiap bulan, ia harus membayar Rp 350.000.
Tetapi, sebagai pemulung, penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Pada bulan Agustus 2020, Andika terpaksa telat membayar sewa indekos selama 10 hari.
Pemilik mengganti gembok pintu indekos mereka. Andika akhirnya terusir dan telantar di jalanan bersama istri dan bayinya.
"Pemiliknya bilang, bayar dulu baru bisa masuk. Akhirnya kami tinggal di gerobak dekat tempat sampah di Jalan Belatuk," kata dia pilu.
Baca juga: Kisah Pasutri Tinggal di Gerobak Sampah Bersama Bayinya Setelah Terusir dari Indekos