Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kakek Reino Barack adalah Tokoh Samarinda Anti-Belanda, Ini Kisahnya...

Kompas.com - 13/03/2019, 11:46 WIB
Kontributor Samarinda, Gusti Nara ,
Khairina

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com- Belakangan santer berita pernikahan artis Syahrini dengan pengusaha muda bernama Reino Barack.

Reino yang berdarah Jepang itu, ternyata masih ada sangkut-pautnya dengan Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Tidak banyak yang tahu, jika kakek Reino Barack adalah tokoh Samarinda zaman kolonial yang anti terhadap Belanda.

Baca juga: 5 Komentar Christine Hakim soal Pernikahan Syahrini dan Reino Barack

Dalam catatannya, peneliti sejarah muda Kota Samarinda Muhammad Sarip mengatakan, ayah Reino adalah Rosano Barack.

Rosano merupakan putra kedua dari Omar Barack.

Omar Barack, kakek Reino, lahir di Samarinda tahun 1917.

"Omar Barack lahir di Samarinda, orang tua dan paman-pamannya Omar merupakan tokoh Kampung HBS (Pasar Pagi) serta pengurus organisasi Sarekat Islam. Moyang mereka berasal dari tanah Banjar di selatan Kalimantan," katanya.

Pada usia 22 tahun, lanjut Sarip, Omar kuliah di Wasseda University Tokyo, Jepang. Itu terjadi pada 1939 atau tiga tahun sebelum Jepang menduduki Nusantara.

Ketika Perang Asia Timur Raya berkecamuk 1941, Omar Barack menjadi penyiar Radio Tokyo.

Melalui radio Jepang ini, Omar melampiaskan kekesalannya pada Belanda yang menjajah Nusantara termasuk Samarinda.

"Dengan suara menggelegar, Omar mempropagandakan misi Jepang membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. Keberpihakannya terhadap Jepang sekaligus membangkitkan semangat nasionalisme rakyat untuk anti-Belanda," ujarnya.

Baca juga: Christine Hakim Doakan Syahrini dan Reino Barack Cepat Dapat Momongan

Tepat pada tahun 2002 Omar menghubungi seorang sahabatnya, tokoh Samarinda.

Melalui telepon, Omar berucap kepada sahabatnya itu, "Semoga buku yang Dinda rencanakan akan selesai pada waktunya."

"Seminggu setelah itu Omar menghembuskan nafas terakhirnya. Ia wafat dalam usia 85 tahun. Sahabatnya itu menyelesaikan bukunya setahun kemudian," ujarnya.

Buku itu berjudul "Kalimantan Timur: Apa, Siapa dan Bagaimana". Penulisnya bernama Abdoel Moeis Hassan, yang juga segera menghadap Ilahi dua tahun setelah bukunya terbit.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com